Jumat, 30 Maret 2012

Penyimpangan Makna

Setiap headline surat kabar baik digital maupun tidak mengabarkan bahwa hampir setiap kota di Indonesia terjadi demonstrasi beberapa hari ini. Begitupun yang terjadi dengan kota asal saya, Samarinda-Kalimantan Timur. Semua satu suara, semua mengemukakan hal yang sama: MENOLAK BBM NAIK!
 
Saya bukannya nggak setuju dengan tujuan dan maksud demonstrasi mereka. Tapi ada beberapa hal yang menurut saya tidak sesuai dengan sudut pandang saya. Oke, sebelum saya berbicara panjang kali lebar mengenai apa yang saya pikirkan, selanjutnya saya lebih suka menyebut kata demonstrasi ini menjadi aksi :)
 
Pos polisi yang terbakar, Samarinda

Seperti yang saya katakan sebelumnya, saya bukannya tidak setuju dengan tujuan aksi teman-teman mahasiswa. Tapi yang saya kecewakan adalah CARA mereka. Iya cara mereka, yang bisa saya sebut dengan sangat amat yakin sebagai gerakan ANARKIS dan VANDALISME.



Demo Mahasiswa, pembakaran pos polisi di Samarinda

Apa yang mereka lakukan sesungguhnya malah menyebarkan gerakan bernuansa negatif. Jauhhhhh sekali dari tujuan awal sebuah aksi yang sesungguhnya ingin menyebarkan dan mengobarkan aura perjuangan. Saya jadi bertanya-tanya melihat tingkah mereka. Apa harus begitu caranya?. Apa cuma itu yang kalian bisa?. Apa itu caranya menunjukkan bahwa kalian perduli dan cinta Indonesia?.
 
Kenapa harus melakukan kekerasan agar didengarkan?. Apa nggak ada cara lainnya, selain membakar, merusak dan berteriak-teriak memaki. Apa yang mereka lakukan justru merusak image mereka sebagai seorang mahasiswa, yang notabene di cap sebagai insan  cerdas penerus bangsa.

Juni 2011: Tidak untuk dikenang (lagi)

Buat apa ada kata-kata jika itu hanya membuat luka.
Apa segitu susahnya menyampaikan apa yang kita rasa?

Apa yang harus dilakukan untuk menyampaikan perasaan?

Mengatakannya sesuai harapan.
Knp? knp nggak pernah ada yang paham?

Aku tahu. Sangat tahu. Sungguh-sungguh tahu.

Bahwa nggak akan ada yang benar-benar paham.
Karena itu.
Aku memilih diam, aku nggak pernah mengatakan.
Aku membisu. Menyudut membeku dalam dimensiku.

Aku nggak pernah meminta ada yang mengerti.

Karena itu.
Aku hanya menyimpannya dalam hati.
Membiarkan mimpi-mimpi itu pergi. Terkubur pada kedalaman yang tak terjangkau lagi.

Setelah itu aku (berusaha) lupa. Dan pasti (berusaha) tanpa luka.


Aku memang begini.

Sendiri. Sepi. Dan mandiri.

Aku memang begini.

Aku begitu takut disakiti dan menyakiti.

Karena itu.

Jangan memaksa. Jangan paksa aku untuk terbuka.

Aku trauma.
Benar-benar trauma.

Hingga aku tak bisa menjelaskan rasanya.
Hingga membuat kalian tak percaya.
Menyangka aku berlebihan, karena kalian tak akan PAHAM!

Karena itu.

Biarkan aku begini. Biarkan aku terus seperti ini.

Karena aku tak ingin kalian seperti dia.

Yang (mungkin) menemukan lelahnya setelah sekian lama berusaha mengerti dan memahami.
Dan akhirnya menyadari bahwa aku memang begitu sulit untuk ditelusuri.

Lalu aku kehilangan.

Segala pegangan. Semua dukungan.
Satupun tak dapat kutemukan.

Itu yang aku rasa!

Iya hanya aku.
Karena kata dia, dia sudah begitu berusaha mendukungku, mencintaiku.
Sepenuh hatinya, setulus jiwanya, selelah-lelah batinnya.

Aku tahu.

Bukan. Bukan itu maksudku.
Bukan menyalahkanmu. Apalagi mencari kekuranganmu.

Aku membisu.

Lagi-lagi aku terdiam.
Kali ini, terbungkam dalam tangisan.

Kenapa?

Aku harus bagaimana?
Apa yang aku rasa? Apa yang salah dari kita?

Aku hanya bisa bertanya.

Tak bisa menyampaikan yang aku rasa. Benar-benar yang aku rasa.
Hingga menyakitiku.

Aku terluka...


Tapi aku tahu, itu tak pantas aku katakan.

Karena itu juga yang kamu rasakan.

Aku begitu takut saat kita berbicara.

Saat kamu memintaku terbuka, ingin mengetahui apa yang aku rasa.
Karena aku tak bisa mengatakannya.

Bukan. Bukan karena tak percaya.

Hanya saja, aku tak ingin ada air mata.

Segala perasaan yang kita bicarakan.

Berujung perdebatan. Menghasilkan perkelahian.
Dan kita hanya terdiam.

Menahan gejolak amarah. Setiap rasa gelisah.

Air mata. Luka.
Lengkap rasanya segala trauma..

Aku tak kan memintamu. Tak kan menuntutmu.

Karena itu.
Jangan paksa aku lagi mengatakannya padamu.

Aku memang begini.

Begitu sulit dipahami.
Sejujurnya aku tak ingin sendiri. Tak ingin tanpamu jalani hari.

Tanpa kamu sadari.

Hanya padamu aku membuka hati.
Menunjukkan jati diri.

Segala kelemahan. Segala tangisan.

Segala rasa-rasa yang kusimpan segenap jiwa, yang tlah kujadikan rahasia sekian lama.
Hingga aku terlihat dewasa, terlihat kuat menghadapi segalanya.

Itulah aku. Itu yang mereka tahu.

Tapi itu bukan aku. Bukan diriku.

Sebenar-benarnya aku, sedalam-dalamnya hatiku.

Saat aku berdiri didekatmu.
Terdekap erat di dadamu, menangis di hadapanmu..

Dan aku tak pernah malu.

Karena itu kamu.
Satu-satunya yang kupersilahkan mengenalku.
Menjelajahi hidupku.
Menelusuri hatiku.
Merubuhkan tembok 'kepalsuanku'.
Mengetuk pintu 'dimensiku'.

Mengetahuiku. Menghadapi sifatku.

Mungkin itu melelahkanmu.
Maafkan aku..

Karena itu.

Biarkan aku begini. Biarkan aku terus seperti ini.
Aku memilih diam. Biarkan aku menyimpan.

Karena yang akan ku katakan, yang kini aku pikirkan.

Tak kan ada kata-kata yang pantas menyampaikan.
Tak kan bisa menggambarkan yang kurasakan.

Tanpa membuat segalanya menyakitkan atau mempermainkan kesabaran.

Karena itulah resiko keterbukaan, sayang...

Kamis, 29 Maret 2012

Si rumah ungu: Rumah Ubi

Tadi karena nggak ada kerjaan plus rada laper, gue iseng cari info tentang Rumah Ubi. Gue udah lama banget pengen ketempat ini. Bukan karena nikmatnya makanannya, tapi tepatnya karena warna makanannya. Semuaaaa serba UNGU soalnya nya.
Di tempat ini, seperti namanya, menjual panganan dan minuman berbahan dasar ubi. Ada ubi orange dan ubi ungu. Makanannya macem-macem sih, ada yamien, waffle dan terutama jusnya yang warnanya ungu keren >.< 

Cerita Jam Dua Malam

Seperti biasa, gue emang paling nggak jago kalau disuruh ngungkapin perasaan pakai kata-kata langsung depan orang yang bersangkutan. Kecuali kalau gue emang udah mempersiapkan mental dan merangkai kalimatnya, semuanya pasti bakal jadi mudah aja.     

Dia yang akan gue ceritakan ini sedang berusaha keras menyelesaikan final projectnya demi sebuah tittle dibelakang namanya. Dan gue, demi apapun, adalah sosok yang akan selalu mendoakan dan mendukung dia. Gue selalu berusaha mengingatkan dia akan tujuan dan harapannya, tapi ya gitu dia nya emang suka banyak alasan, jago ngeles. Biasanya kalau dia udah gitu gue cuma nyahut, "Dasar Papah dua" dan dia cuma ketawa. Karena dia emang udah tahu betapa tengilnya bokap gue, yaaa sifat dia yang gitu mirip deh sama bokap gue. Ngeselin sih tapi entah kenapa selalu aja ngangenin. Bikin capek negornya tapi selalu nggak pernah bikin gue kapok buat bawel sama dia. 

Dan tadi siang gue salah ngomong, gue bodoh sih. Dia jadi salah paham, dia nganggap gue nggak mau dia lulus. Kata-kata gue dianggap doa, ketidakrelaan gue bisa jadi hambatan katanya. Demi apapun deh, gue pengeeeennnn banget lihat dia mencapai targetnya. Gue pengen jadi bagian tiap prosesnya.

Minggu, 25 Maret 2012

Balada UTS

Ga tau deh knp
Tapi kerasa bgt kalau kuliah skrg kacau, beda deh kyk waktu jaman diploma
Entah gue nya yg tambah kram otak atau emang tuntutan mata kuliahnya makin menjadi2

Besok udah UTS mamen.. Ga ada waktu lagi sebenarnya buat mengeluh apalagi bertanya2
Yang ada ya belajar, berusaha dn berdoa
Harapan gue sih ga jauh beda sama mahasiswa pada umumnya. Ga muna gue, ya gue maunya angka 3 parkir dengan indah di depan digit IPK gue..hahaha

Ni jadwal UTS gue:
26 Maret '12    Fisika
27 Maret '12    Probstat
28 Maret '12    Kalkulus 2
30 Maret '12    Tekom
02 Febru '12    DAA
03 Febru '12    AI

Canggih bgt tuh jadwal yg dari 26-28 -,-
Hitungan semuaaaaa.
Ya udahlah..istirahat aja dulu lah gue.

Besok belajar lagi. Semangat!
Kalo kata sule mah, Sure you can do! :p