Kamis, 12 Januari 2017

2016 versi saya



Tidak terasa berlebihan (buat saya secara pribadi) kalau 2016 saya anggap sebagai tahun terberat di hidup saya. Tahun dimana saya merasa sangat sendirian, terpuruk dan berusaha sangat keras untuk tetap waras ;)))))

Semua diawali dengan kepergian lelaki yang sangat amat saya cintai sepenuh hati saya di penghujung tahun 2015, Papah.

Papah ‘pergi’ untuk selamanya sekitar jam 11.00 WIB hari Rabu, 16 Desember 2015 di Surabaya tanpa saya ada disamping beliau. Anak perempuan kebanggaan Papahnya ini sebulan sebelumnya baru saja ditugaskan di Gorontalo. Saya ingat sekali betapa terpukulnya beliau saat saya mengabarkan tentang penempatan saya, beliau menolak bicara dengan saya lagi di telepon saat itu. Saya paham. Betapa saya pun rasanya ingin menentang takdir dan meminta Allah memahami betapa saya sangat ingin menemani Papah yang kondisinya kian hari kian memburuk. Tapi saya siapa sih? Saya cuma manusia, banyak dosa pula, ya tugas saya hanya menerima dan wajib meyakini bahwa takdir Allah selalu baik adanya.

Jadi semenjak Papah ‘pergi’ dimulailah hari-hari terkelam dalam hidup saya. Bayangkanlah, si putri kalimantan anak perantau yang nggak punya siapa-siapa di Gorontalo ini harus menghadapi bulan-bulan awal kehilangan papah sendirian, jauh dari keluarga.

Bulan pertama saya harus kebal hati menerima segala ucapan duka cita soal Papah dan pertanyaan “Papah meninggal kenapa?” Rasanya saya mau buat video dan upload ke YouTube, jadi yang pada nanya saya kasih linknya aja buat nonton hahaha. Mereka nggak paham kali yak, setiap mereka nanya saya mati-matian nahan nangis. Tapi ya segala pertanyaan dn ucapan itu saya anggap perhatian dan doa saja. Alhamdulillah daripada didiemin kan ya hahaha

Kerjaan saya tuh ya 3 bulan pertama: bangun pagi mata sembab - ngantor sok happy - fokus gilagilaan sama pekerjaan - pulang malam banget – mandi sambil ngelamun - nangis2 pas solat – ngelamun - lihat foto Papah - nangis sampai ketiduran - kebangun sekitar jam 1 an malam - nangis lagi sampai subuh – ketiduran -  REPEAT!

Itu belum lagi ditambah adegan nangis di ruangan pas dikantor, nangis di musholla kantor pas solat atau mewek diam-diam di kamar mandi kantor. Lalu saya sering banget skip makan, pernah malah 2-3 hari nggak makan. Hobi saya: nangis nangis nangis. Belum lagi kalau bangun pagi suka kebingungan gimana nutupin mata sembab hahaha

Duh berat deh.

Saya benar-benar merasa sendiri saat itu. Saya dikenal sangat mandiri di keluarga, itulah mungkin alasannya nggak pernah ada yang sibuk tanya kabar saya setelah saya kembali ke Gorontalo. Saat dikantor saya harus professional, saya sadar diri saya orang baru, first impression itu penting. Saya nggak mungkin dong menunjukkan muka sembab, bermuram durja kepada orang-orang yang belum ada 1 bulan mengenal saya. Di sisi lain lain saya juga terus memantau keadaan Mami dan saudara saya di rumah. Saya sebegini hancurnya tapi saya nggak mau mereka merasakan hal yang sama. Terakhir sebelum Papah nggak bias bicara lagi beliau bilang bahwa saya harus menjadi contoh buat Adek saya dan menjaga Mami. Itu nggak akan pernah saya lupa. Nggak akan.

Bulan ke 4 itu puncak stress saya kayaknya. Ada beberapa kejadian yang buat saya semakin terpukul. Sehari sebelum ulang tahun saya yang ke-25 saya sempat ke makam Papah di Solo, sendirian,  saking nggak tahan lagi menanggung (apa yang saya anggap) beban. Pagi dan sore saya kesana, juga besok paginya sebelum ke bandara. Disana cuma berdoa sambil nangis tersedu-sedu, diliatin ibu-ibu pembersih makam dan driver taksi hahaha. Akhirnya si sopir taksi ikut berdoa disamping saya sambil bilang semoga anak perempuannya juga sebegitunya menyayangi dia seperti saya ke Papah saya :’)

Sesampainya saya di Gorontalo saya malah sakit, tapi tetap nekad ngantor, nggak bilang siapa-siapa padahal tiap malam demam dan muntah tiap hari. Asli sok kuat! Saya juga sebel kalo inget saya yang begitu hahaha

Dan pada akhirnya ketahuan orang-orang kantor. Duh bukan cuma beberapa orang kantor yang baiknya kebangetan ke saya tapi juga orang tua mereka. Saya dirawat pas sakit kayak anak sendiri. Pengen nangis. Saya benci merepotkan orang. Paling nggak mau bikin orang lain susah karena saya. Rasanya terlalu drama. Tapi gimana saya memang butuh bantuan orang saat itu. Saya dipaksa opname, padahal saya masih trauma sama rumah sakit. Sakit tipus, maag, luka lambung jadi satu. Sebulan saya hanya makan bubur dan telur rebus. Ya Tuhannnn betapa saya sampai sekarang nggak mau lihat makanan itu hahaha

Dari peristiwa drama saya sakit itu, saya bertekad untuk lebih kuat dan mengurangi memikirkan hal-hal nggak penting yang bikin tambah stress. Saya banyakin explore tempat wisatanya Gorontalo bersama sahabat2 saya yang terasa seperti keluarga (cek IG aprilsherly buat lihat foto-foto piknik saya :p wkwkwk). Dari sini juga saya mulai menenangkan diri dan menimbang-nimbang banyak hal penting untuk masa depan saya. Apapun yang terjadi dan kemana saya melangkah, kebahagiaan Mami adalah salah satu hal yang nggak mau luput saya perhitungkan.

Saat menulis ini, saya belum bisa bilang saya 100% ‘pulih’ tapi yang saya tahu saya tidak seterpuruk setahun lalu. Kehilangan Papah membuat saya membuka mata untuk banyak hal yang seharusnya saya syukuri, sekecil apapun itu.

Setahun lalu adalah tentang kehilangan, merelakan, menemukan dan memantapkan.

Setidaknya sekarang saya tahu siapa dari mereka yang bersedia ada tanpa saya minta. Saya juga telah menemukan seseorang yang memberikan definisi lain dari ‘rumah’. Nyaman, hangat dan tempat saya kembali sejauh apapun saya melangkah. Bersamanya memang tidak selalu menyelesaikan masalah yang dihadapi tetapi membuat beban begitu terasa ringan dan yakin semua bisa terlewati. InshaAllah :)

2016.
Dibuka dengan luka,
ditutup dengan doa dan syukur yang tiada putusnya.

0 komentar:

Posting Komentar