Up and down. Naik dan turun. Nggak stabil. Ya kayak gitu hidup gue setahun belakangan ini. Tentu aja capek, muak, bosan. Karena naik turun grafik hidup gue sebabnya selalu sama. Mungkin ada orang-orang yang bakal nyinyir atau tersenyum sinis saat membaca post blog gue kali ini. Alasan yang dangkal, mungkin itu pikiran mereka. Tapi sebenarnya kalian nggak akan benar-benar tahu rasanya sesuatu dengan TEPAT kalau kalian belum mengalaminya. Nggak ada cerita hidup orang yang bisa dibandingin berat ringannya. Nggak ada bobot cerita hidup orang yang benar-benar sama. Banyak faktor yang harus dilihat. Karena itu satu metode nggak bisa selalu diterapkan dalam banyak kasus. Karena itu kita perlu menganalisa. Selain itu nggak ada satu orangpun yang bisa dengan tepat dan jelas menyampaikan sesuatu yang benar-benar berarti dan berpengaruh banyak dalam hidup mereka. Biasanya mereka memilih diam atau ingin berbicara tapi biasanya malah kehilangan kata-kata. Banyak sebenarnya yang mau disampaikan. Disini, di dada pasti penuh rasanya. Tapi mungkin terlalu kompleks untuk dimuntahkan dalam kata dan rangkaian kalimat. Kadang malah rasanya hampir nggak sanggup untuk menulis atau mengatakannya. Karena nggak simple, ngomongin perasaan terdalam itu kayak ngoyak kulit pakai pisau, sakit perih, campur jadi satu. Jadi daripada 'berdarah' lagi 'diluar', mereka lebih memilih untuk 'pendarahan di dalam'.
Sampai disini masih ada yang mau bilang kalau post gue ini cengeng? lemah?. Kalian belum pernah mengalaminya ya? Baguslah. Semoga kalian tidak akan pernah merasa begini :)
Sama. Penyebab gue nulis ini post masih sama. Kalau ada yang baca post-post gue sebelumnya pasti tahu alasan gue bertema apa. Mungkin ada yang mikir gue lebay. Mungkin ada yang bosan. Mungkin ada yang dalem hati bilang "aduh ini anak curhat mulu, galau"
Gue bodo amat dibilang curhat. Tapi kalau dibilang galau? Please, ini tuh BUKAN PERASAAN SEDERHANA dengan ISTILAH SERENDAH ITU.
Please respect this feelings. You don't know what i get through until this day :)
Jangan kira selama ini gue usahanya cuma curhat di blog atau kadang-kadang nulisin sebaris kalimat yang cenderung sedih di twitter. Gue mengupayakan segala cara. Pikiran gue di satu sisi sama kayak pikiran kalian. Gue bosan. Gue muak. Kalau bisa diukur kadar muak dan bosan gue mungkin lebih besar dari kalian. Karena gue pelakunya, karena gue yang melaluinya dan karena gue yang usaha. Gue yang ngalamin namanya grafik naik turun. Gue yg mati-matian supaya passion, semangat dan kebahagiaan gue stabil. Gue yang selama ini usaha untuk tetap optimis dan menipis segala pikiran pesimis. Gue yang sampai detik ini belajar buat ikhlas, belajar buat mahamin dan nerima ini semua sebagai pelajaran dari Allah. Gue yang berusaha membanting segala kesedihan dengan berlari mengejar tujuan, berlari berkali-kali lipat lebih cepat daripada sebelumnya. Gue jadi orang yang mencari-cari kesibukan. Gue yang semenjak setahun belakangan berusaha nge-list segala impian dan tujuan gue yang tertunda. Gue bikin rencana kejar itu semua. Gue berusaha menggapai itu semua setepat-tepatnya deadline yang gue tetapkan. Semata-mata biar segala masalah itu nggak mendominasi, nggak memporak-porandakan pikiran ini, nggak hilangin konsentrasi.
Gue mencari lagi jati diri, mengevaluasi. Gue mendekatkan diri ke Allah. Karena rasanya hampa, rasanya kayak hilang arah. Gue bisa kuat juga karena itu.
Dan betapa seringnya gue berusaha mengecilkan masalah gue. Berusaha melihat dan merasakan kesedihan dan masalah orang lain yang lebih besar daripada gue. Supaya gue nggak membiarkan diri gue meratapi. Supaya gue malu merasakan kesedihan yang 'nggak ada apa-apanya' ini.
Sudah sedari awal gue juga belajar berhenti berharap. Nggak pernah lagi terpanjatkan doa dari mulut gue untuk mengembalikan segala yang telah direnggut-Nya. Gue pasrahkan semua milik gue kepada-Nya.
Tapi entah rasanya nggak cukup. Kalau memang ini sia-sia. Kalau memang semuanya nggak bisa kembali seperti awal. Lalu kenapa Allah membiarkan masalah ini stay di pikiran dan hati?
Harus apalagi? Kurang apalagi?
Ini melelahkan sekali jika tiba-tiba terbanting dan teringat seperti ini. Terjebak diantara mimpi yang sudah jelas sekali percuma. Diantara harapan yang nggak bisa lagi disebut asa.
Habis semuanya dibalut dalam doa. Bukan meminta, hanya sekedar mengadu saja, menangis di hadapan-Nya tanpa kata. Membiarkan hati yang berbicara.
Habis semuanya dibalut dalam doa. Bukan meminta, hanya sekedar mengadu saja, menangis di hadapan-Nya tanpa kata. Membiarkan hati yang berbicara.
Tidak pernah meminta lagi untuk bahagia. Sekedar hilangkan saja sakitnya. Hilangkan lelah yang meletihkan batin ini.
Selebihnya doa ini terpanjatkan untuk dia dan keluarga. Simple, gue cuma mikir kalau gue memang belum bisa atau pantas untuk bahagia. Maka dengan melihat mereka bahagia, itu cukup jadi pemicu kebahagiaan gue. InsyaAllah.
"Sakit dalam perjuangan itu hanya sementara. Bisa jadi Anda rasakan dalam
semenit, sejam, sehari, atau setahun. Namun jika menyerah, rasa sakit
itu akan terasa selamanya."
Lance Armstrong, Mantan Atlet Balap Sepeda AS
0 komentar:
Posting Komentar