Nasionalisme, sebaris kata yang
mungkin sudah tidak asing ditelinga kita, namun bila diminta mendeskripsikan,
sebagian besar pasti merasa kesulitan. Beberapa mungkin malah merasa itu
sebaris kata basi dan bertingkah tidak perduli. Padahal apa ruginya membangun
lalu mengisi satu ruang kosong di hati agar nasionalisme tertanam mati. Toh
negeri ibu pertiwi ini sudah memberikan banyak
manfaatnya yang kadang lupa untuk kita syukuri. Sebagian mungkin malah
mengidentikkan nasionalisme dengan demonstrasi atau malah teriakkan perjuangan
ditengah jalan. Itu hanya salah satunya, jika kalian tidak suka dengan cara
mereka, jangan malah membuang muka. Ciptakan jalan dengan cara kalian,
tunjukkan apa yang seharusnya dilakukan. Jangan bersikap antipati, Indonesia
masih butuh kita dan bagaimanapun kita terlahir tercipta di tanah ini.
Jelas bahwa nasionalisme merupakan pilar
hati yang harus dimiliki oleh setiap generasi agar kita tidak berhenti perduli
dan tetap mencintai negeri ini. Subjek yang paling tepat untuk menanamkan dan
menyebarkan rasa nasionalisme adalah mahasiswa. Oleh karena itu, saat mendengar
penjelasan Pak Posma bahwa salah satu sasaran dari IT Telkom pada poin
ketiganya adalah tentang nasionalisme, saya merasa bangga. Karena, seperti apa
yang dikatakan Pak Posma, mungkin baru IT Telkom saja universitas yang
memasukkan hal berbau nasionalisme sebagai landasan sasaran kegiatannya.
Karena itu, jika lingkungan dan
sekitar saja sudah mendukung sedemikian rupa, maka pergerakan kembali ke diri
kita. Sebenarnya ada banyak cara untuk mempublikasikan kecintaan kita terhadap
Indonesia. Begitu banyaknya media dan berkembangnya teknologi turut memberikan
akses kemudahan untuk menularkan, menyebarkan dan menyerukan sesuatu ke sasaran
yang kita inginkan. Mungkin hanya cara dan ‘kemasannya’ yang perlu kita
pikirkan dengan baik agar tepat sasaran dan tidak menimbulkan penafsiran yang
tidak diinginkan.
Salah satu kemasan kegiatan yang saya
berikan acungan jempol adalah clothing
line milik Daniel Mananta yang bernama Damn! I Love Indonesia. Daniel Mananta
sendiri adalah seorang entertaint
keturunan tionghoa yang menyalurkan rasa kagum dan cintanya terhadap Indonesia
dengan melabelkan setiap kaos yang dia buat dengan tulisan Damn! I love
Indonesia. Brand Damn! I love Indonesia mulai dicetuskan Daniel di tanggal 28
Oktober 2008. Awalnya pakaian tersebut hanya dikenakan olehnya dan
teman-temannya saja. Selanjutnya agar semangat mencintai Indonesia bisa sampai
di telinga anak muda Indonesia lainnya, Daniel dan kawan-kawannya pun mulai
merancang clothing line komersilnya
dengan lebih serius yang hasil penjualannya sebagian akan disisihkan untuk
membantu anak muda lainnya yang tidak mampu namun ingin meneruskan pendidikan
atau membuka usaha. Selain itu mereka pun mulai membuat event untuk memperkenalkan gerakan nasionalisme berbungkus fashion ini sekaligus melakukan
penggalangan dana untuk membantu korban bencana di Indonesia.
Gerakan Damn! I love Indonesia tidak
berhenti sampai disitu saja. Untuk makin melibatkan anak muda Indonesia,
terkadang pada hari tertentu seperti sumpah pemuda, mereka mengadakan perlombaan
desain kaos, acara musik dan penulisan artikel yang hasilnya selalu mereka
publish di website http://damniloveindonesia.com/ yang baru mereka buat di tahun 2012.
Namun sebelum adanya website ini, mereka menularkan semangat mereka melalui
jejaring sosial lainnya seperti facebook, multiply dan twitter.
Sebenarnya masih banyak contoh lain
gerakan anak muda yang menurut saya patut kita hargai dan ikuti. Mereka
menyuarakan Indonesia melalui cara dan jalan mereka sendiri. Ada yang memilih
jalur menulis, musik dan fashion sebagai pergerakannya. Tentu saja menurut
saya, cara mereka lebih tepat sasaran, menyentuh dan langsung pada tindakan.
Sudah bosan rasanya berteriak dijalan sana, menuntut perubahan dan perbaikan
tapi ‘mereka’ hanya diam, untung-untung jika didengarkan, jika tidak?
Oleh karena itu, saya pikir ini bukan
saatnya lagi kita berharap dan menuntut dengan teriakkan. Ini sudah jamannya tuntutan
dan keprihatinan disampaikan dengan cara elegan. Kita, mahasiswa, anak muda
adalah roda penggeraknya. Dimulai saja dari hal-hal kecil untuk memperbaiki dan
memulainya. Semuanya kembali kepada diri kita, banyak contoh didepan sana yang
melakukan satu kegiatan dengan banyak tujuan dan ‘kemasan’. Mereka menyuarakan
Indonesia sekaligus mengembangkan usaha dan melakukan hal yang mereka suka.
Jadi sebenarnya apa ruginya mencintai Indonesia?. Mungkin selama ini yang salah
hanya cara dan sudut pandang kita.
Jika kita mulai muak dengan korupsi,
tingkah para anggota dewan yang niat tidak niat mengikuti rapat hingga
pertikaian antara KPK dan polri yang tiada henti. Alihkanlah segala informasi
negatif Indonesia di mata dunia dengan sesuatu yang membuat bangga dan
menonjolkan sisi positifnya. Jangan tutup mata kita dan jangan berteriak marah
jika tiba-tiba ada budaya Indonesia yang diakui oleh negara tetangga. Evaluasi
diri saja, buka mata dan ingat-ingat tindakan kita. Sudahkah selama ini kita
menjaga?. Sudahkah selama ini menunjukkan kepedulian kita?. Dan sudahkah kita
benar-benar mencintai Indonesia?. Jika iya, lalu mana buktinya? :)
sudah lama tidak menulis begini, terima kasih tugas inov..
0 komentar:
Posting Komentar